20090430

Terbaru di Jurnal Arah Kiri": Penghapusan Masa Jabatan Presiden dan Perdebatan Demokrasi

Penghapusan Masa Jabatan Presiden dan Perdebatan Demokrasi

Oleh: Rudi Hartono

Minggu depan, tepatnya 15 Februari 2009 nanti, rakyat Venezuela akan memberikan suaranya pada referendum yang akan mengamandemen konstitusi. Salah satu point krusial, yang diperdebatkan banyak kalangan, mengenai perubahan konstitusi ini adalah pencabutan masa jabatan presiden. Pencabutan masa jabatan ini, tentu saja, dapat berkonsekuensi munculnya kepemimpinan presiden "seumur hidup".

Langkah Chavez untuk mengamandemen konstitusi tersebut, tentu saja, telah memperluas perdebatan baik ditingkatan pejabat politik, partai, aktifis sosial, hingga ke rakyat di akar rumput. diskusi ini menarik, karena di Indonesia perdebatan seperti ini juga pernah menghangat ketika Indonesia menganut demokrasi terpimpin, dan presiden Soekarno dilantik menjadi "presiden seumur hidup".


Perdebatan Demokrasi

Baik pengeritik anti Soekarno maupun anti-Chavez berdiri pada posisi yang hampir sama; pencabutan masa jabatan (presiden seumur hidup) merupakan bentuk kediktatoran, ambisi pribadi, dan anti-demokrasi. Tuduhan seperti ini, juga pernah dilontarkan banyak intelektual dan aktifis HAM kepada presiden Kuba, Fidel Castro, karena telah memimpin Kuba sejak Revolusi tahun 1959 hingga tahun 2008 yang lalu, ketika Castro mundur dari jabatannya karena faktor kesehatan.

Retorika yang dipergunakan oleh para pengeritik Chavez, hampir mirip dengan retorika para anti soekarno. Kedua-duanya menandai demokrasi dengan batasan masa jabatan, pergantian kekuasaan yang regular melalui pemilu, serta pengakuan terhadap hak individu dan kebebasan pribadi. Para pengeritik Chavez, termasuk dari kalangan kiri, menganggap Chavez punya ambisi pribadi; kekuasaan. Disini, pengertian kekuasaan bagi mereka sudah dipersempit dalam cara pandang Machievellis, bukan kekuasaan sebagai sarana menciptakan kesejahteraan rakyat.

Dalam prateknya, ada dua kubu memang yang senantiasa mengambil posisi berbeda mengenai demokrasi, yaitu demokrasi procedural dan demokrasi subtantif. Demokrasi procedural mengacu pada Schumpeter, yang menandai demokrasi sekadar mekanisme procedural, seperti pemilu yang regular, hak pilih bebas, dan masa jabatan bagi presiden, dan sebagainya. Sedangkan demokrasi subtantif lebih mempersoalkan isi dan cara mencapai; pertama, sebuah formasi sosial yang menciptakan keadilan dan keseteraan ekonomi, sosial, dan politik. Kedua, adanya kebebasan politik yang nyata, terwujud dalam kehidupan politik rakyat sehari-hari. ketiga, kelahiran sebuah institusi partisipasi yang memungkinkan kedaulatan sepenuhnya ditangan rakyat.

Di Indonesia, beberapa kaum intelektual, terutama karena pengaruh pendapat sayap kanan; tentara, masyumi, dan PSI, menganggap Bung Karno sudah menggunakan demokrasi terpimpin untuk membangun kediktatorannya. Seorang aktifis muda, Soe Hok Gie, akhirnya juga menjadi pengeritik Bung Karno, karena menganggap ia gila kekuasaan, gila pengkultusan, dan semacamnya.

Pada dasarnya, Bung Karno, seperti juga Chavez, merupakan personal yang menjadi magnet dari perubahan revolusioner. Bung Karno termasuk tokoh negeri baru merdeka yang paling getol menyerang dan menentang imperialism dan neo-kolonialisme. Bukan itu saja, kekuasaan bung Karno yang berwatak anti-imperialism, telah menyulitkan negeri-negeri imperialis menguasai kekayaan alam, menguras tenaga kerja Indonesia, dan menguasai pasar di dalam negeri.

Jebakan Schumpeterian

Para pengeritik Chavez, maupun Fidel Castro, telah lupa bahwa kekuasaannya pada dasarnya bersumber pada rakyat, dan para penguasa(ruler) hanya menjalankan mandate rakyat. Pada dasarnya, upaya penempatan kekuasaan pada segelintir elit pada dasarnya merupakan pereduksian kekuasaan rakyat (powerless). Meskipun mengacu kekuasaan selalu mengacu pada satu kelas, tetapi sebuah kekuasaan harus mendapatkan legitimasi luas dari berbagai sektor sosial.

Hal ini, benar-benar direduksi oleh Joseph Alois Schumpeter. Bagi Schumpeter, sebuah negara dikatakan demokratis jika, "sejauh para pembuat keputusan kolektif yang paling kuat dalam sistem itu, dipilih melalui jalur pemilihan umum yang adil, jujur dan berkala, dan di dalam sistem itu, para calon bebas bersaing untuk memperoleh suara dan hampir semua penduduk dewasa berhak memberikan suara." Presiden Bush, Blair, maupun SBY adalah presiden yang terpilih secara demokratis karena selain mendapatkan dukungan mayoritas, juga karena telah melalui proses kompetisi yang berat. Tapi, meskipun SBY, Bush, Blair terpilih berdasarkan dukungan mayoritas dalam pemilu dan melalui kompetisi ketat, namun ia bertindak bukan atas kehendak atau mandate dari pemilihnya.

Administrasi bush dikritik oleh banyak rakyat AS karena kegagalan ekonominya, keputusannya mengirim tentara ke Irak dan Afghanistan, dan isu-isu lainnya. Presiden SBY di Indonesia juga tiap hari diprotes oleh rakyat di berbagai daerah, karena kebijakannya menimbulkan kemiskinan, pengangguran, dan kekerasan terhadap hak-hak dasar rakyat.

Model demokrasi Schumpeter cukup mengeluarkan biaya yang besar bukan saja pada teknis pelaksanaannya, namun juga pada elit-elit yang berkompetisi. Selama puluhan tahun, di negeri-negeri liberal, kontes pemilu hanya diisi oleh elit-elit yang punya basis ekonomi (bisnis), atau setidaknya mendapat sokongan korporasi dan lembaga berduit. Jadi, meskipun pemerintahannya dapat berganti secara regular, namun kekuasaan tetap terpelihara hanya pada lingkaran elit kaya dan pebisnis.

Anda disuruh mengikuti pemilu regular, hak pilih individual, dan kebebasan hak pilih (boleh golput), tapi anda hanya bisa memilih calon-calon yang sudah disediakan oleh pasar politik. stock yang ada juga dari kelompok mereka yang sanggup membiayai sendiri pemilihan. Model Schumpeter benar-benar cocok guna memelihara kerangka politik neoliberal. Di negeri liberal seperti AS, pemerintahan bisa berganti secara regular setiap 5 tahun; Clinton, G.W Bush, hingga Obama kini, namun tidak ada perbaikan terhadap situasi ekonomi, politik, dan sosial. Di berbagai negara yang menganut demokrasi semacam ini, meskipun konstitusi membatasi jabatan seorang presiden, namun perbaikan kesejahteraan juga tidak ada.

Diana Raby, peneliti senior di Institut Penelitian Studi Amerika Latin, Universitas Liverpool, menyatakan, model demokrasi ala Schumpeter hanya mencegah perubahan nyata dalam kehidupan politik dengan memberikan pilihan dangkal pada perubahan personil (kandidat).

Kebohongan Para Pengeritik


Isu demokrasi menjadi titik tolak para pengeritik Chavez, Castro, maupun Bung Karno. Di kalangan sebagian kiri, juga tidak diantara mereka yang teracuni oleh cara pandang demokrasi borjuis ini, yakni ketika mengaitkan antara masa jabatan presiden dengan proses regenerasi dan kaderisasi. Hampir tidak ada perbedaan antara pengeritik kanan dan dari kiri dalam hal ini; sama-sama menempatkan kekuasaan pada seorang personal sehingga perlu digilir.

Penentangan oposisi terhadap upaya amandemen konstitusi oleh Chavez, menurut saya, punya kepentingan berikut; pertama, mereka hendak menghentikan proyek sosialisme yang sedang menemukan kemajuan di Venezuela. Seperti diketahui, keberhasilan Chavez mengangkat kembali kedaulatan nasionalnya, terutama terhadap penggunaan migas dan nasionalisasi industri, telah membuka jalan mensejahterakan rakyatnya. Dengan kemajuan ini, dukungan rakyat terhadap "commandante Chavez" juga terus mengalir. Dan tentu saja, jika tetap ikut dalam pemilu mendatang, sudah pasti suara rakyat akan memenangkan mutlak presiden Chavez kembali.

Kedua, hanya jalan pembatasan masa jabatan presidenlah, yang merupakan senjata terakhir bagi oposisi untuk menggeser kepemimpinan sayap kiri di Venezuela. Berharap pada mobilisasi massa, kudeta, lock out, dan sejenisnya sudah mengalami kegagalan. Mereka berharap dapat menemukan kesempatan merebut kekuasaan, jika figur popular "Chaves" sudah tidak maju lagi.

Ketiga
, pertempuran antara "YES" dan "tidak" menunjukkan konflik sosial diantara kelas-kelas sosial dalam masyarakat Venezuela. Pendukung utama "YES" datang dari kalangan mayoritas rakyat miskin Venezuela, sedangkan pendukung "No" berasal dari lapisan sosial kaum kaya (elit kaya, tuan tanah), aktifis HAM, dan mahasiswa.

Mahasiswa di Venezuela telah memainkan peran melawan proses revolusi. Seperti diketahui, neoliberalisme di sektor pendidikan telah mengubah komposisi kelas di dalam kampus-kampus di Venezuela, yang kini banyak dihuni keluarga kaya. dulu pada tahun 1966, mahasiswa juga memainkan peran penting dalam penjatuhan pemerintahan Bung Karno.

Kritik bahwa Chaves mengejar kekuasaan pribadi, gila kekuasaan, sepertinya harus dibuang ke tong sampah cepat-cepat. Dalam mentransfer kekuasaan kepada rakyat secara perlahan-lahan, Chavez telah meluncurkan model partisipasi demokrasi, yaitu Dewan Perencanaan Lokal, pada tahun 2001. Melalui lembaga ini, keterlibatan dan partisipasi rakyat (komunitas) benar-benar dijamin dalam program sosial dan proses pemerintahan (pemilihan pejabat, audit terhadap lembaga negara, dll). Kemudian, pada tahun 2006, Chaves juga meluncurkan hukum mengenai "dewan komunal", yaitu dewan yang berbasiskan pada 200-400 unit keluarga yang lansung mempraktekkan demokrasi partisipatif, pengalokasian sumber daya keuangan, dan pembuatan kebijakan.

Chaves bukan pelanggar HAM, seperti yang dituduhkan banyak aktifis HAM internasional dan lokal. Justru, kekerasan yang membantai rakyat justru dilakukan oleh presiden-presiden sebelum Chaves, terutama yang terbesar adalah peristiwa "Caracazo" pada februari 1989 yang menewaskan 300-3000 rakyat yang sedang memprotes "pasar bebas".

Chaves, Castro, maupun Soekarno bukanlah dictator. Mereka tidak pernah menyalahgunakan kekuasaan untuk menindas rakyat. Bush hanya berkuasa dua kali periode, namun jelas ia adalah seorang dictator paling jahat. Karena ditangannya, ratusan ribu bahkan jutaan orang mati karena perang (irak, Afghanistan, dan tempat-tempat lain di dunia). Di tangan Bush pula, keserahakan kapitalisme neoliberal telah memiskinkan milyaran manusia di Bumi.

Rudi Hartono, pengelola Berdikari Online dan Jurnal Arah Kiri.



Baca Selengkapnya!

Obama : Kontinuitas, bukan Perubahan

Rudi Hartono

Jutaan orang menghadiri pelantikan presiden baru AS, Barack Obama, di dekat lokasi gedung putih (20/01/09). Mereka adalah rakyat Amerika, yang karena sedang tergencet krisis ekonomi, begitu berharap Obama dapat menderek kehidupan rakyat AS keluar dari krisis. Meskipun Obama mewakili sektor sosial yang sudah lama terdiskriminasi (kulit hitam dan berwarna), tetapi kemenangannya bukan karena faktor itu, melainkan karena janji-janji perubahan yang digulirkannya pada masa kampanye. Rakyat amerika sudah muak dengan administrasi Bush, bahkan berkeinginan besar untuk mengakhiri rejim tersebut.


Di Indonesia, gaung kemenangan Obama mengharu biru, terutama di hati klas menengah. Tidak sedikit diantara mereka membuat perayaan khusus, hingga seolah-olah mereka bagian dari kemenangan tersebut. Dalam arena pemilu 2009, tidak sedikit pula caleg atau partai yang menggunakan sosok Obama pada kegiatan kampanyenya.

Obama terlanjur menjadi magnet perubahan, meskipun sepertinya sulit terjadi. Saya hendak menunjukkan bahwa obama sebenarnya adalah kontinuitas, bukan perubahan bagi rakyat AS, maupun terhadap semua orang di dunia ini.

Basis Dukungan Obama

Bagi warga kulit hitam dan berwarna di AS, kemenangan Barack Obama merupakan kemenangan demokratis dalam sejarah politik AS. Tentu saja, disini kita tidak berbicara mengenai supremasi warna kulit tertentu dalam kehidupan politik, karena dalam pemilu AS persoalan warna kulit tidak lagi menjadi masalah mendasar. Akan tetapi, dengan masuknya Obama ke gedung putih, telah menciptakan harapan besar bagi sebagian besar rakyat AS, terutama kulit hitam, pekerja, dan pendatang dari Asia, Amerika Latin, dan lain-lain.

Pemilihan presiden AS berhimpitan dengan kerasnya krisis finansial menggerogoti kehidupan ekonomi. Dan presiden Obama, seperti yang ditunjukkan dalam kampanye pemilihan, mengambil jarak dengan kebijakan Administrasi Bush. Obama berkali-kali melemparkan kritik; krisis finansial sekarang ini adalah buah kesalahan administrasi Bush. Posisi ini yang diambil obama dalam pemilihan. Selain itu, ia menjanjikan pemotongan anggaran militer, menarik tentara AS dari Irak, reformasi pelayanan kesehatan, dana pension, investasi untuk perbaikan infrastruktur, dan menjanjikan perbaikan hubungan yang lebih egaliter dengan bangsa lain.

Kampanye melawan krisis telah menyuburkan dukungan buat Obama dan Demokrat. Ia berjanji menciptakan 1,5 juta lapangan pekerjaan pada awal pemerintahannya. Ekonomi merupakan titik sentral kegelisahan rakyat amerika. Tak pelak, ketika pemerintah Bush membaliout orang kaya sebesar 700 milyar $US, rakyat Amerika pun benar-benar marah. Namun, rakyat Amerika pun sedikit dibuat kecewa ketika Obama menyetujui rencana baliout, karena pertimbangan politik. Namun, kekecewaan ini pun segera di redam, ketika Obama dengan menjanjikan baliout kepada klas menengah pada saat terpilih menjadi presiden.

Jelas, rakyat Amerika dari kalangan menengah dan bawah, merupakan sektor sosial yang paling berharap pada kemenangan Obama. Mengenai hal ini, Megan Trudell, dalam majalah "International Socialism" mencatat, pemilih terbesar obama berasal dari rakyat Amerika yang berpendapatan 0 $US -50.000 $ US per tahun, sedangkan pemilih terbesar Mc Cain sebagian besar dari pemilih berpendapatan 50.000 $ US – 200.000 $ US pertahun.

Siapa Yang diwakili Obama


Obama dan McCain mewakili klas berkuasa di AS saat ini. Meski sedikit berbeda mengenai "kecerobohan Bush" yang membawa ekonomi AS pada krisis, namun pada dasarnya Obama berkomitmen menyelamatkan Wall Street. Makanya, diantara penyumbang terbesar bagi kampanye Obama, tujuh diantaranya merupakan perusahaan teratas di Wall Street; Goldman Sachs, UBS AG, Lehman Brothers, JP Morgan Chase, Citigroup, Morgan Stanley dan Credit Suisse. Selain itu, terdapat juga lima perusahaan hukum (law firm) yang terdaftar sebagai perusahaan lobby di AS. Ini menyebabkan Obama terikat pada kepentingan aristokrasi keuangan.

Kebanyakan mereka yang menduduki administrasi Obama punya posisi penting dalam perusahaan financial. Sebagai misal, Timothy Geithner yang menduduki sekretaris bendahara adalah CEO dari Bank Cadangan Federal New York (FRBNY), yang merupakan institusi finansial swasta paling berkuasa di Amerika. Ia juga seorang mantan pejabat Bendahara dalam adminstrasi Clinton. Ia telah bekerja untuk Kissinger Associates dan juga memegang posisi senior dalam IMF.
FRBNY memainkan peran di belakang layar dalam membentuk kebijakan finansial. Geithner bertindak atas nama kaum financial yang berkuasa di belakang FRBNY. Ia juga anggota dari Dewan Relasi Luar Negeri (Council on Foreign Relations - CFR). (Michel Chossudovsky, siapa arsitek keruntuhan ekonomi, Globalresearch).

Seperti yang dikatakan Michael Chossudovsky, dalam pemerintahan Obama diketahui bahwa konglomerat perbankan lah yang memegang kendali. Mereka menentukan komposisi Kabinet Obama. Mereka juga menentukan agenda KTT Finansial Washington (15 November 2008) yang dipersiapkan untuk membuka lahan bagi pembangunan "arsitektur finansial global" yang baru.

Tidak ada perwakilan serikat buruh, intelektual progressif, ataupun individu yang responsive terhadap rakyat Amerika yang ditunjuk Obama masuk dalam pemerintahannya.

Sebuah Kontinuitas

Sekarang ini, Obama menjadi lebih lunak terhadap kepentingan para aristokrat keuangan di Wall-Street. Ia bahkan menjanjikan sejumlah paket stimulus dari pemerintah, untuk menyelamatkan raksasa-raksasa keuangan tersebut. Dengan ketergantungan pada aristokrat financial dan korporasi-korporasi raksasa yang telah berkorban membiayai kampanyenya, obama jelas tidak dapat menjalankan kebijakan ekonomi yang independent, seperti yang dijanjikannya.

Disini, ada dua kepentingan yang berhadapan, tanpa kompromi; pertama, kepentingan sektor bisnis AS yang sedang berharap dana besar untuk men-stimulus bisnis mereka. Sedangkan di pihak lain, terdapat ratusan juta pemilihnya yang menghendaki penggunaan anggaran yang berpihak kepada kepentingan rakyat, kepada main street.

Dalam rencana pemulihan ekonominya, Obama berencana menggelontorkan dana sebesar 775 milyar $ US hingga 1 trilyun $ US dalam dua tahun kedepan, untuk menciptakan 3,4 juta lapangan kerja bagi rakyat AS, melalui program pekerjaan umum, program energi hijau, bantuan pangan, dan sebagainya. Akan tetapi, menurut para pengamat, dana sebanyak itu tidak akan dapat menutupi jumlah pengangguran akibat krisis. Pada tahun 2008 saja, terdapat 2,6 juta orang kehilangan pekerjaan. Dan beberapa ekonom lain memperkirakan 4 juta orang akan kehilangan pekerjaan pada tahun 2009.

Mengenai politik luar negeri, terutama mengenai perbaikan hubungan yang lebih egaliter dengan bangsa lain, administrasi Obama juga kurang menunjukkan janji itu. Obama menunjuk Robert M. Gates sebagai menteri pertahanan, mantan sekretaris pertahanan era bush, dan orang yang bertanggung jawab atas pengiriman pasukan ke Irak. Meski menjanjikan menarik pasukan AS dari Irak, tapi ia tetap berencana menyisakan 60.000-80.000 pasukan disana, basis militer, serta 140.000 kontraktor yang kebanyakan disewa oleh perusahaan swasta AS.

Sekarang ini, AS juga belum punya niat baik untuk memperbaiki hubungan baik dengan bangsa-bangsa lain, terutama Amerika Latin. Dalam sebuah wawancara dengan TV Univision, 13 Januari 2009, Obama masih menganggap presiden Chaves sebagai pengganggu di kawasan tersebut. Ia juga menuduh Chaves sebagai pemerintahan yang telah menjalin hubungan baik dan memelihara kelompok teroris di Kolombia, maksudnya FARC. Kelihatannya, AS masih menganggap Chaves dan sekutu kirinya di Amerika Latin sebagai penghambat kepentingan AS mendapatkan pasokan energi dari kawasan tersebut. Pendapat ini, setidaknya sempat dilontarkan James Steinberg, orang nomor dua di kementerian negara, menyatakan; "kita tidak boleh kehilangan minyak dari timur tengah dan Venezuela. Chaves, telah menciptakan permusuhan di kawasan tersebut".

Ya, tidak ada perubahan dalam pemerintahan Obama. Kita hanya menyaksikan sebuah kontinuitas. Sebuah keberlanjutan dari pendahulunya, Bush. Jadi, sia-sia lah pesta-pesta inagurasi pelantikan Obama yang dilakukan oleh teman-teman di Indonesia.

Rudi Hartono
, Redaksi Berdikari Online dan Pengelola Jurnal Arah Kiri.



Baca Selengkapnya!


Kunjungi website kami di http://arahkiri2009.blogspot.com

"Tugas Manusia adalah Menjadi Manusia" (Multatuli)
Kunjungi website http://www.arahkiri2009.blogspot.com

__._,_.___

No comments:

Alexa Traffic Rank

Subscribe to dunia-politik

Subscribe to dunia-politik
Powered by groups.yahoo.com