20081113

Dunia-Politik.blogspot.com - Digest Number 1726

Messages In This Digest (4 Messages)

Messages

1.

VIDEO DR MAHATHIR:UMNO AKAN TERUS DITOLAK KERANA RASUAH!

Posted by: "az wan" fiveruz2002@yahoo.com   fiveruz2002

Wed Nov 12, 2008 10:48 pm (PST)

http://www.mcm2ade.blogspot.com/ -> VIDEO DR MAHATHIR:UMNO AKAN TERUS DITOLAK KERANA RASUAH!

2.

Pesan Pastoral Sidang KWI 2008

Posted by: "Billy Yoseph Bibianus" billy_classic@yahoo.ie   billy_classic

Thu Nov 13, 2008 12:11 am (PST)

P*esan* P*astoral* S*idang* KWI 2008

Perihal "Lembaga Pendidikan Katolik"

*Di sini Kita Berpijak*

1. Dalam hari studi, 3-4 November 2008, sidang KWI memusatkan
perhatian pada *"Lembaga Pendidikan Katolik: Media Pewartaan Kabar Gembira,
Unggul dan Lebih Berpihak kepada yang Miskin"*. Para uskup, utusan
Konferensi Pimpinan Tarekat Religius Indonesia (Koptari) dan sejumlah
pengelola Lembaga Pendidikan Katolik (LPK) yang hadir, dibantu oleh para
narasumber, aktif terlibat dalam seluruh proses tukar-menukar pikiran,
pemahaman, dan pengalaman. Keterlibatan itu mencerminkan pula kepedulian dan
kesadaran akan arti serta nilai pendidikan, yang dijunjung tinggi dan
dilaksanakan oleh LPK sebagai wujud nyata keikutsertaan Gereja dalam upaya
mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia (bdk. Pembukaan UUD 1945 alinea 4).

2. Disadari sepenuhnya oleh para peserta sidang, bahwa karya kerasulan
pendidikan merupakan panggilan Gereja dalam rangka pewartaan Kabar Gembira
terutama di kalangan kaum muda. Dalam menjalankan panggilan Gereja tersebut,
LPK mengedepankan nilai-nilai luhur seperti iman-harapan- kasih,
kebenaran-keadilan- kedamaian, pengorbanan dan kesabaran, kejujuran dan hati
nurani, kecerdasan, kebebasan, dan tanggung jawab (bdk. *Gravissimum
Educationis, * art. 2 dan 4). Proses pendidikan yang didasarkan pada
nilai-nilai insani-injili inilah yang membuat LPK itu unggul. Di sinilah,
dan di atas nilai-nilai itulah LPK berpijak untuk mempertegas penghayatan
iman dan memperbarui komitmen.

3. Sebagai lembaga agama, Gereja mendaku (mengklaim) memiliki tanggung
jawab terhadap masalah sosial, terutama yang dialami oleh orang-orang miskin
(bdk. KHK 1983, Kanon 794). Dalam bidang pendidikan, tanggung jawab tersebut
dalam kurun waktu sekitar lima tahun terakhir ini mengalami tantangan karena
pelbagai permasalahan, yang berhubungan dengan cara berpikir, reksa
pastoral, politik pendidikan, manajemen, sumber daya manusia, keuangan, dan
kependudukan. Tentu saja, cakupan permasalahan ini berbeda-beda menurut
daerah dan jenis pendidikan Katolik yang tersebar di seluruh Nusantara.
Sidang menyadari bahwa LPK menghadapi pelbagai macam tantangan dan
kesulitan. Namun, para penyelenggara pendidikan Katolik harus tetap berusaha
meningkatkan mutu dan memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan.

*Kesadaran Umat Beriman*

4. Dari pengalaman jelaslah, LPK yang dikelola oleh keuskupan,
tarekat maupun awam memperlihatkan, bahwa pendidikan Katolik menjadi bagian
utuh kesadaran umat beriman (bdk. KHK 1983, Kanon 793). Pada gilirannya,
mereka perlu mengambil bagian dalam tanggung jawab keberlangsungan LPK dalam
lingkungan hidup mereka. Dalam upaya nyata untuk mengangkat kembali
kemampuan LPK, keuskupan-keuskupan dan pengelola LPK lain sudah mengambil
langkah nyata, antara lain menggalang dana pendidikan untuk menumbuhkan rasa
memiliki di kalangan murid-murid sendiri, orang tua murid, mitra pendidikan,
umat dan masyarakat umum. Dengan demikian dikembangkanlah solidaritas dan
subsidiaritas dalam lingkungan karya pendidikan.

5. Selain itu, pemerintah juga berperan dalam peningkatan mutu
pendidikan dan keterjangkauan pendidikan oleh masyarakat warga. Di sana-sini
terjadi kesulitan dalam menerapkan peraturan pemerintah, filosofi
pendidikan, dan kebijakan pendidikan yang mengutamakan orang miskin. Kendati
demikian, LPK tetap menjalin kerjasama serta komunikasi setara dengan
pemerintah, agar fungsi dan peran LPK tetap nyata.

*Perubahan yang Diperlukan*

6. Untuk setia pada pendidikan yang unggul dan mengutamakan yang miskin,
perlu adanya perubahan dalam penyelenggaraan, pengelolaan, dan pelaksanaan
pendidikan. Perubahan itu merupakan keniscayaan bagi LPK, termasuk di
dalamnya Komisi Pendidikan Konferensi Waligereja Indonesia (Komdik KWI),
Komisi Pendidikan (Komdik) Keuskupan, Majelis Nasional Pendidikan Katolik
(MNPK), Majelis Pendidikan Katolik (MPK), Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik
(APTIK), Perhimpunan Akademi Politeknik Katolik Indonesia (PAPKI), Ikatan
Insan Pendidikan Katolik (IIPK), pengurus yayasan, kepala
sekolah/direktur/ ketua/rektor, guru, orang tua peserta didik, peserta didik,
dan seluruh umat, apa pun jabatannya.

7. Betapa mendesaknya suatu perubahan dalam seluruh tingkatan LPK!
Perubahan itu mestinya dirancang dengan saksama dan dilaksanakan dengan arif
di bawah otoritas uskup sebagai penanggungjawab utama pendidikan Katolik di
keuskupannya (bdk. KHK 1983, Kanon 806). Perubahan yang diperlukan di sini
antara lain:

- menata ulang pola kebijakan pendidikan,

- meningkatkan kerja sama antar-lembaga pendidikan,

- mengupayakan pencarian dan penemuan peluang-peluang penggalian dana,

- memotivasi dan menyediakan kemudahan bagi para guru untuk
meningkatkan mutu pengajaran,

- melaksanakan tata pengaturan yang jelas dan terpilah-pilah,

- merumuskan ulang jiwa pendidikan demi memajukan dan mengembangkan
daya-daya insan yang terarah kepada kebaikan bersama,

- memperbarui penghayatan iman dan komitmen.

8. Perubahan-perubahan tersebut tidak dapat diserahkan hanya kepada
salah satu pihak saja. Oleh karena itu, sidang menghendaki agar perubahan
itu merupakan tanggung-jawab dan dikerjakan bersama di bawah pimpinan uskup.
Dengan demikian, kunci perubahan adalah pembaruan komitmen atas panggilan
dan perutusan Gereja demi tercapainya generasi muda yang cerdas, dewasa dan
beriman melalui LPK (bdk. *Gravissimum Educationis, * art. 3).

*Harapan dan Ucapan Terima Kasih*

9. Pesan pastoral ini hendaknya mengilhami semua pihak yang terlibat
dalam LPK di seluruh Nusantara untuk mencari dan menemukan jalan terbaik
bagi LPK di masing-masing keuskupan di bawah pimpinan uskupnya. Mengingat
fungsi strategis dan pentingnya LPK dalam kerangka perwujudan tugas
perutusan Gereja, kami para uskup sepakat, bahwa KWI akan menulis Nota
Pastoral tentang Pendidikan. Nota Pastoral ini dimaksudkan selain untuk
mendorong tanggung jawab bersama dalam pendidikan, juga untuk menguraikan
lebih rinci hal-hal yang berkaitan dengan LPK.

10. Mengingat dan mempertimbangkan seluruh dinamika hari studi ini, kami
para uskup dengan tulus menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang
peduli pada dan terlibat dalam LPK, khususnya:

- Para guru yang telah bekerja dengan penuh dedikasi;

- Orang tua yang tetap mempercayakan pendidikan anak-anak mereka pada
LPK;

- Umat (warga masyarakat) yang penuh perhatian terhadap pendidikan;

- Lembaga-lembaga Pendidikan Katolik yang benar-benar mengutamakan
kalangan yang miskin.

Seraya berdoa, kami berharap semoga kehadiran LPK semakin mempertegas sikap
Gereja Katolik untuk mengambil bagian dalam upaya mencerdaskan kehidupan
bangsa, yang pada gilirannya menjadi kabar gembira bagi semua.

Semoga Tuhan memberkati usaha baik kita semua.

Jakarta, 11 November 2008

Konferensi Waligereja Indonesia

*Mgr. Martinus D. Situmorang, OFM.Cap.*

K e t u a

*Mgr. A.M. Sutrisnaatmaka, M.S.F.*

Sekretaris Jenderal

Send instant messages to your online friends http://uk.messenger.yahoo.com
3.

Pesan Natal Bersama 2008

Posted by: "Billy Yoseph Bibianus" billy_classic@yahoo.ie   billy_classic

Thu Nov 13, 2008 12:15 am (PST)

PESAN NATAL BERSAMA *

*KONFERENSI WALIGEREJA INDONESIA*

*DAN*

*PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA DI INDONESIA*

*TAHUN 2008*

* *

*"HIDUPLAH DALAM PERDAMAIAN DENGAN SEMUA ORANG"** *

*(bdk. Rm. 12:18) *

Kepada segenap umat Kristiani Indonesia di mana pun berada.

Salam sejahtera dalam kasih Tuhan kita Yesus Kristus.

1. Di tengah sukacita Natal, perayaan kelahiran Yesus Kristus, marilah
kita melantunkan mazmur syukur ke hadirat Allah. Ia datang ke dalam dunia
untuk membawa damai bagi seluruh umat manusia. Kedatangan-Nya mendamaikan
manusia dengan Tuhan dan manusia dengan sesamanya. Ia telah merubuhkan
tembok pemisah dan membangun persekutuan baru, yang kukuh dan tangguh, yang
bersumber dan berakar di dalam diri-Nya (bdk. Ef. 2:14, dst.). Peristiwa
Natal, sebab itu dapat menjadi petunjuk bagi mereka yang rindu untuk hidup
dalam damai, khususnya dalam keadaan dewasa ini yang diwarnai ketegangan dan
kecenderungan untuk mementingkan diri atau kelompok sendiri.

Umat Kristiani memahami dirinya sebagai bagian utuh dari masyarakat dan
bangsa Indonesia. Selama ini kita telah tinggal dalam rumah bersama, yaitu
Negara Kesatuan Republik Indonesia, dalam kerukunan dan keadamaian. Namun,
akhir-akhir ini rumah kita dipenuhi dengan berbagai ketegangan, bahkan
krisis. Keberadaan negara sebagai rumah bersama tidak lagi dipahami dengan
baik oleh para warga bangsa. Berbagai benturan antarkelompok dalam
masyarakat membuat warga tidak lagi dapat hidup damai. Berbagai kelompok
berusaha menunjukkan kekuatan mereka di hadapan kelompok lain yang dianggap
sebagai ancaman. Dalam usaha untuk memberi rasa aman kepada seluruh warga
negara, pemerintah belum sepenuhnya berhasil mengambil langkah-langkah nyata
menuju kebersamaan yang rukun dan damai.

Kita merindukan keadaan damai yang memberi rasa aman bagi warga negara,
tanpa membedakan suku, agama, ras, dan afiliasi politik. Rasa aman itu
membuat warga negara dapat bekerja sama untuk menciptakan kesejahteraan
bersama. Dengan rasa aman itu seluruh warga negara dapat menjalin relasi
tanpa merasa terancam, tertekan, atau dikucilkan. Memang banyak usaha
positif untuk menciptakan perdamaian telah dilakukan oleh seluruh komponen
bangsa. Namun, usaha ini belum mencapai hasil yang diharapkan secara
maksimal dan masih harus terus dilakukan secara terarah, berencana dan
berkualitas.

* *

2. Dalam suasana hari raya Natal, kelahiran Yesus, Sang Raja Damai,
kami mengajak seluruh umat Kristiani untuk mendengarkan nasihat Rasul Paulus
kepada Jemaat di Roma. Ia menasihati Jemaat untuk hidup dalam damai dengan
semua orang. Untuk itu Rasul Paulus mengajak mereka untuk memberkati sesama,
termasuk orang yang menganiaya mereka (Rm. 12:14). Memberkati berarti
memohon agar Allah melimpahkan kasih karunia, damai sejahtera dan
perlindungan (bdk. Kej. 27:27-29; Ul. 33; 1Sam. 2:20). Nasihat Rasul Paulus
ini menggemakan kembali ajaran Yesus: "Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik
kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang yang mengutuk
kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu" (Luk. 6:27-28; Mat. 5:44).
Agar Jemaat dapat hidup dalam damai dengan sesama, Rasul Paulus mengajak
Jemaat untuk bersukacita dengan orang yang besukacita dan menangis dengan
orang yang menangis (Rm. 12:14; bdk. Mat. 5:3; Luk. 6:20; Mat. 25:31-46).

Ia juga menasihati Jemaat untuk tidak membalas kejahatan dengan kejahatan,
tetapi melakukan apa yang baik bagi semua orang (bdk. Rm. 12:17). "Janganlah
kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan"
(Rm. 12:21). Ketika orang membalas kejahatan dengan kejahatan, sebenarnya
orang itu telah dikalahkan oleh kejahatan. Siapa yang melakukan kejahatan,
ia telah dikendalikan oleh kejahatan itu sendiri dan telah melakukan
kejahatan yang ia lawan. Ketika orang mengalami perlakuan jahat dari orang
lain, tidak perlu membenci pelakunya dan menolak berhubungan dengannya,
tetapi tetap ramah terhadapnya, bahkan terbuka untuk menolong orang itu bila
ia mengalami kesulitan. Selayaknya umat Kristiani memperlakukan orang lain
dengan kemurahan hati (bdk.Rm. 12:20a).

* *

3. Semangat yang diajarkan oleh Rasul Paulus kepada Jemaat Roma itu
kiranya juga menjadi semangat umat Kristiani di Indonesia, yang hidup dalam
masyarakat majemuk yang terus berubah. Dinafasi oleh semangat Natal, kami
mengajak seluruh umat Kristiani untuk:

a. melibatkan diri secara proaktif dalam berbagai upaya untuk
membangun masyarakat yang damai, memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan
umum dalam mewujudkan Indonesia sebagai rumah bersama. Berbagai persoalan
yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat perlu dihadapi secara
bersama-sama dan diselesaikan dengan cara-cara dialog.

b. ikut mengambil bagian secara sungguh-sungguh dalam usaha-usaha
menciptakan persaudaraan sejati di antara anak-anak bangsa dengan membangun
kehidupan bersama di komunitas masing-masing, serta peka dan tetap berusaha
ramah terhadap lingkungan sekitar.

c. mengalahkan kejahatan dengan kebaikan dan jangan sampai dikalahkan
oleh kejahatan. Kita perlu menyadari bahwa musuh kita bukanlah sesama warga,
melainkan kejahatan yang bisa menggerakkan orang untuk berlaku jahat dan
menyakiti sesama. Maka, marilah kita melakukan kebaikan sebanyak-banyaknya
supaya jangan ada ruang dimana kejahatan dapat merajalela.

Demikianlah pesan kami, Selamat Natal 2008 dan Selamat Menyongsong Tahun
Baru 2009. Tuhan memberkati.

Atas nama

PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA DI INDONESIA,

KONFERENSI WALIGEREJA

INDONESIA,

Pdt. Dr. A.A. Yewangoe

Ketua Umum

Mgr. Martinus D. Situmorang, O.F.M.Cap

Ketua

Pdt. Dr.Richard M. Daulay

Sekretaris Umum

Mgr. A.M. Sutrisnaatmaka, M.S.F.

Sekretaris Jenderal

Send instant messages to your online friends http://uk.messenger.yahoo.com
4.

Jenderal-jenderal Pelanggar HAM Berat di Jaman Orde Baru!

Posted by: "Billy Yoseph Bibianus" billy_classic@yahoo.ie   billy_classic

Thu Nov 13, 2008 12:25 am (PST)


IndoPROGRESS, Jurnal Progresif Indonesias
 
28.6.08
Antonius Made Toni Supriatma:
Yang ditembak sebenarnya adalah Taufik Kiemas.

DICOKOKNYA mantan Direktur IV Badan Intelijen Nasional (BIN), Muchdi
Purwopradjono, berkaitan dengan kasus pembunuhan Munir, menjadi berita besar di
Jakarta. Inilah untuk pertama kalinya, seorang mantan perwira tinggi TNI-AD,
ditangkap dan dijadikan tersangka, karena tindakannya yang melanggar hukum.
Apa sebenarnya yang sedang terjadi, di balik penangkapan Muchdi PR? Mengapa
pihak TNI-AD, membiarkan seorang mantan perwira tingginya, mantan komandan
jendral komando pasukan khusus (Kopassus) pula, ditangkap oleh Kepolisian?
Apakah ini pertanda kereta reformasi di tubuh TNI telah bergerak maju? Coen
Husain Pontoh dari IndoPROGRESS, berbincang-bincang dengan Antonius Made Toni
Supriatma, peminat hubungan sipil-militer yang kini tengah menempuh studi
doktoral bidang ilmu pemerintahan di Universitas Cornell, Ithaca, New York,
Amerika Serikat, untuk mengurai kasus penangkapan Muchdi PR tersebut. Berikut
petikannya:
IndoPROGRESS (IP): Di luar kaitannya dengan kasus pembunuhan terhadap Munir, apa
pendapat anda dengan ditangkapnya Mantan Danjen Kopassus dan Direktur IV BIN,
Muchdi PR?
Antonius Made Toni Supriatma (AMTS): Ini suatu kemajuan besar. Seingat saya, dia
perwira tinggi TNI yang pertama yang berhadapan dengan hukum. Ada banyak perwira
lain yang terkena kasus hukum tetapi, tidak bisa diproses. Hendropriyono
tersangkut kasus Talangsari; Prabowo Subianto dan Syafrie Syamsoedin terlibat
kerusuhan Mei; Wiranto terkait dengan bumi hangus Timor Leste. Namun, tidak ada
satupun yang terkena proses hukum. Semuanya seolah-olah kebal hukum (impunity).
Yang menarik dari kasus Muchdi ini, peristiwa pembunuhan Munir itu terjadi
ketika masa "transisi" dari pemerintahan otoriter Suharto berakhir. Kita bisa
melihat bahwa pengaruh Suharto itu sudah mulai punah ketika Yudhoyono naik.
Banyak orang, khususnya yang dari Jawa, memandang bahwa pemerintahan SBY-Kalla
ini adalah suatu "epic" baru atau suatu dinasti baru. Perlu penjelasan
tersendiri untuk soal ini.
Konsepnya adalah "dadi ratu" (menjadi raja). Memang ada Gus Dur atau Megawati
sebelum SBY-Kalla tapi, mereka tidak mampu "dadi ratu." Tidak bisa menjadi
dinasti. Megawati itu anaknya Sukarno tapi, sama sekali tidak mewarisi ideologi
bapaknya. Gus Dur lebih-lebih lagi, karena menghadapi resistensi luar biasa dari
dalam birokrasi dan tentara. Ditambah lagi dengan gayanya yang eksentrik.
Benar-benar tidak mampu "dadi ratu."
Yang menurut saya menarik adalah "timing" Muchdi dicokok ini. Menarik karena itu
terjadi pada saat Suharto sudah tidak relevan lagi. Dengan matinya Jendral Besar
ini, maka lenyap sudah era simbolik kekuasaannya. Dengan begitu, tidak ada lagi
pelindung militer. Dalam arti, orang yang selama ini membesarkan militer,
memberikan mereka kekuasaan, kehormatan, dan kekayaan. Posisi Suharto di
kalangan militer itu sangat kuat. Itu lahir dari kemampuannya mengelola militer
(khususnya AD), yang tidak hanya mempergunakannya untuk kepentingan pribadinya
tetapi, juga memberikan segala macam keistimewaan. Dialah yang membangun tentara
paska-generasi 45, dan menjadikan jalur tentara sebagai jalur terpenting untuk
segala macam jabatan.
Menjadi tentara pada jaman Suharto itu seperti jamu Bintang Toejoe -- bisa
mengobati sakit apa saja, dari rematik sampai mencret. Artinya, menjadi tentara
itu kemudian bisa jadi lurah, camat, bupati sampai ke menteri; bisa jadi ilmuwan
(macam Nugroho Notosusanto) ; bisa jadi pengusaha, dan sebagainya.
Kembali ke Muchdi, persoalan timing ini menarik. Yang kedua adalah soal
faksi-faksian di dalam tubuh tentara. Di sini, Muchdi lemah karena berada dalam
gang-nya Prabowo. Di kalangan tentara, Prabowo itu sudah punah. Dulu, ketika
mertuanya masih Suharto, dia punya kedudukan sebagai "putra mahkota." Atau
paling tidak dia menganggap dirinya begitu. Karirnya meroket sangat cepat,
disamping dia memang pintar. Tapi, dia juga dianggap rakus karena mengklaim
keberhasilan orang lain sebagai keberhasilannya.
Banyak cerita beredar bahwa penangkapan Presiden Fretilin Lobato dan pembebasan
sandera di Mapenduma, itu bukan kerjaan Prabowo. Dia cuman menjadi penghunus
bayonet, sementara tentara yang lain sudah payah memasang perangkap.
Kejatuhannya juga spektakuler. Mertuanya menganggap dia berkhianat. Sementara,
tentara lain banyak yang mendendam. Oleh karena itu, ketika Prabowo habis, dia
sebenarnya sudah habis-habisan.
Sekarang, dia berusaha come-back dengan jadi Ketua HKTI, jadi pengusaha,
mendirikan partai tapi, kedudukannya lemah sekali. Dia itu sebenarnya adalah
"the lame duck." Salah satu contohnya adalah bagaimana dia mengelola PT Kiani
Kertas. Ini perusahaan sudah bangkrut, butuh modal besar tapi, sampai sekarang
tidak ada satu business deal pun yang bisa didapat oleh Kiani. Mau dibeli
perusahaan Singapura, tidak jadi. Kalau dia masih punya power, tentu akan mudah
baginya menyelesaikan soal bisnis ini.
Nah, di sini kelihatan bahwa Muchdi sebenarnya berada pada faksi yang lemah.
Jadi, mudah dicokok. Coba kalau dia ada di faksinya Wiranto -- yang masih punya
pengaruh di dalam TNI-AD, mungkin ceritanya akan sedikit lain.
Jadi, kalau melihat faktor-faktor ini, penangkapan Muchdi sebenarnya tidak
begitu istimewa.
IP: beberapa waktu yang lalu, mantan Kapolri Jenderal Polisi Rusdiharjo, di
vonis penjara dua tahun. Kini, satu lagi perwira tinggi dengan pangkat terakhir
mayor jenderal, ditangkap. Apa sebenarnya yang sedang terjadi di tubuh TNI dan
Kepolisian saat ini, sehingga membiarkan dua perwira tingginya di ajukan ke
pengadilan?
AMTS: pertama, soal kepolisian. Saya kira ini soal agak lain sedikit. Sama
seperti Angkatan Udara, kepolisian merasa dirinya sebagai korban Suharto, korban
Orde Baru (Orba). Semasa Orba, mereka "diperintah" Angkatan Darat. Oleh karena
itu, segera setelah Orde ini runtuh, mereka memerdekakan diri. Kemudian mereka
mendapat dua durian runtuh sekaligus.
Yang pertama, adalah terpuruknya Angkatan Darat, karena kejatuhan Suharto. Nama
Angkatan Darat sedemikian buruknya saat itu, sampai-sampai saya mendengar
prajurit-prajurit pada malu mengenakan pakaian seragam mereka. Bisa dibayangkan,
bagaimana persepsi diri mereka kala itu. Dengan memerdekakan diri dari Angkatan
Darat, kepolisian berusaha untuk menjadi 'profesional,' sekalipun tidak
profesional  dalam ukuran norma internasional. Paling tidak, dalam pikiran
mereka, mereka sudah 'profesional.'
Durian runtuh kedua, adalah ketika bom Bali meledak. Bantuan Australia dan
Amerika berdatangan. Kepolisian mampu membangun Densus 88, sebagai pasukan
anti-terror. Pasukan ini punya kemampuan yang lumayan dalam standar
internasional, dilengkapi peralatan super-modern. Diam-diam mereka mengalahkan
Kopassus, yang juga punya unit anti-terror. Dan yang membuat jengkel Angkatan
Darat adalah mereka sekarang menjadi anak emas Amerika. Mereka yang sekarang
jadi Jendral di AD, masih menikmati pendidikan Amerika. Jadi, mereka tahu
bagaimana nikmatnya menjadi anak emas Negara kapitalis super kaya ini.
Hal-hal ini yang membuat kepolisian menjadi sangat berbeda dengan Angkatan
Darat. Sehingga, tidak heran ketika mantan Kapolri divonis penjara dua tahun,
kepolisian kelihatan tidak begitu membelanya. Bukan berarti solidaritas
korps-nya rendah tapi, karena memang merasa penting untuk menunjukkan diri bahwa
mereka adalah profesional. Bahkan, menurut saya, sedikit aneh bahwa yang
menyidik mantan Kapolri adalah kepolisian sendiri. Saya tidak bisa membayangkan
itu terjadi di Angkatan Darat.
Jadi, sekalipun Muchdi dan Rusdiharjo sama-sama jendral, mereka berada dalam
lingkungan yang berbeda.
IP: jika dikatakan bahwa ini adalah buah reformasi di tubuh TNI dan Polri, ada
beberapa kejadian yang justru menunjukkan tidak adanya kemajuan dari Reformasi
tersebut. Misalnya, bagaimana polisi tetap menggunakan cara-cara kekerasan dalam
menghadapi demo mahasiswa yang menuntut pembatalan kenaikan harga BBM.
AMTS: untuk soal ini saya kira hal yang lain lagi. Tidak ada kaitannya dengan
reformasi kepolisian (saya masih menganggap belum ada reformasi di TNI khususnya
di AD).
Kalau kekerasan terhadap mahasiswa bisa dijelaskan dengan sederhana saja. Ini
sebenarnya persoalan kelas. Kita lihat latar belakang para polisi rendahan itu,
yang bertugas untuk menjaga demo mahasiswa. Mereka umumnya berasal dari kelas
pekerja dan  hanya tamat SMA. Kalau mereka tidak menjadi polisi, hidup mereka
akan berakhir sebagai buruh, atau petani, atau pelayan. Untuk menjadi polisi
saja, banyak dari mereka berkorban habis-habisan: menggadaikan sawah, menjual
sapi, tidak sedikit yang menjual rumah. Yang mereka korbankan untuk menjadi
polisi adalah faktor-faktor produksi yang menjadi tumpuan survival mereka.
Sementara, dalam demo-demo yang mereka hadapi adalah mahasiswa – segmen elit
dari masyarakat Indonesia. Siapa sebenarnya mahasiswa Indonesia? Kalau kita
lihat dari sisi kelas lagi, sebagian besar mereka berasal dari kalangan menengah
bukan? Anak guru, pegawai negeri, petani pemilik tanah yang cukup, dan
seterusnya. Belum lagi ketika selesai kuliah, mereka tidak harus punya pilihan
untuk menjadi polisi. Sebagai sarjana, mereka punya kesempatan yang jauh lebih
luas dari itu.
Ketika mengikuti demo-demo tahun 1990an, saya banyak berbincang dengan polisi
dan tentara rendahan ini. Mereka mengatakan sulit untuk menahan emosi kalau
melihat mahasiswa mulai memaki-maki dan memancing kemarahan mereka. Bahkan,
tidak jarang saya jumpai mereka mengatakan akan senang kalau bisa membunuh saja
para mahasiswa itu.
Tentu kita kemudian bisa bertanya kembali: bagaimana dengan kekerasan terhadap
masyarakat sipil lainnya? Nah kalau yang ini, ada berbagai macam faktor yang
terlibat. Salah satunya adalah (dan ini berlaku juga untuk menangani demo
mahasiswa), teknik penangan demo. Kalau kita belajar gerakan sosial (social
movements), kita akan tahu bahwa antara polisi dan pendemo itu sebenarnya
terjadi interaksi saling belajar. Ketika demo mengarah ke tingkat kekerasan,
polisi juga punya cara-cara kekerasan: menggunakan pepper spray (semprotan
lada); taser (pistol kejut); semprotan air; dan lain sebagainya.
Kemudian, yang terakhir, adalah soal adab (civility) dari masyarakat yang
bersangkutan. Jangan harapkan polisi menjadi beradab jika masyarakat sipilnya
tidak beradab. Ini penting sekali. Jika pendemo menghina polisi, memaki dengan
kata-kata kasar, membakar ban, mulai merusak, maka polisi juga akan menjadi
kasar. Jika demo terfokus pada isu, disampaikan secara terhormat, maka polisi
pun akan menjadi lebih jinak.
IP: ada pendapat lain bahwa dicokoknya Muchdi PR, berkaitan dengan persiapan
menghadapi Pemilu 2009, untuk memojokkan kubu Megawati atau PDIP atau untuk
menggertak beberapa mantan jenderal yang berniat bertarung dalam Pemilu nanti.
Pendapat anda?
AMTS: bisa jadi juga. Saya mendengar gossip di Jakarta, bahwa yang ditembak
sebenarnya adalah Taufik Kiemas, suami Megawati. Penjelasannya, Kiemas-lah yang
sebenarnya memegang kendali politiknya Megawati. Kemudian ada Hendropriyono,
yang dekat dengan Kiemas dan menjadi kepala BIN saat Megawati berkuasa.
Tapi, persoalannya kemudian adalah: mengapa Muchdi? Mengapa tidak Yunus Yosfiah,
yang kasus keterlibatannya dalam pembunuhan tiga wartawan Australia tahun 1975,
sudah masuk pengadilan di Australia. Mengapa tidak Wiranto? Saya kira Wiranto
target yang juga gampang. Kalau Indonesia setuju dengan pengadilan internasional
untuk kasus kemerdekaan Timor Leste 1999, Wiranto bisa dicokok.
Untuk Pemilu tahun depan, saya tidak melihat ancaman serius dari para jendral
ini. SBY sudah membentengi dirinya secara berlapis-lapis untuk menghadapi para
jenderal pensiunan ini. Lagi pula, mereka semua adalah macan ompong yang tidak
berduit. Kalaupun punya duit, itu kebanyakan dari memeras. Ingat, duit hasil
memeras dan menodong itu sangat lain dari duit yang mendukung. Kalau duit dari
menodong itu sumbernya terbatas. Kalau duit mendukung itu kemudian pasti ada
interest-nya. Dan biasanya kalangan bisnis yang mendukung ini akan habis-habisan
karena mereka tahu kalau calonnya menang, maka secara bisnis mereka akan menang
juga. Sejauh yang saya tahu, tidak ada jendral-jendral yang cukup kuat dalam
soal dana.
Wiranto dengan partai Hanura-nya, saya kira tidak akan punya kans dalam pemilu
mendatang. Karena itu, SBY saya kira tidak kuatir dengan tentara dan
jendral-jendralnya. Dia lebih kuatir dengan PKS (Partai Keadilan Sejahtera), dan
seharusnya memang begitu, karena PKS membuktikan diri menang dalam pemilu lokal
di beberapa daerah yang sangat strategis (di Jawa Barat, Sumatera Utara, dan
hanya kalah di Jakarta, karena dikeroyok semua partai lain).
Mengapa SBY tidak harus kuatir dengan jendral-jendral? Ke dalam tentara
(khususnya AD), sama seperti Suharto, SBY sudah membangun dinasti. Semua posisi
strategis dipegang oleh para loyalis SBY. Panglima TNI Djoko Santoso, adalah
salah satu anak buah paling setia. Demikian juga dengan KSAD (kepala staf
Angkatan Darat), Agustadi Sasongko Purnomo. Iparnya, Pramono Edhie Wibowo,
menjadi komandan jendral Kopassus. Pangdam Jaya dijabat Johanes Suryo Prabowo,
orang Katolik yang bekas Wagub (wakil gubernur) di Timtim. Jadi, tidak punya
pengaruh.
Sebenarnya, pola dalam TNI-AD itu sama seperti dulu: paternalisme di kalangan
tentara masih sangat tinggi. Dengan demikian, intrik politik juga sangat tinggi.
Namun, dalam hal ini, SBY mampu menguasai posisi-posisi strategis.
IP: menurut anda, bagaimana sebaiknya kalangan progresif di Indonesia, bersikap
dalam kasus penangkapan Muchdi PR ini?
AMTS: Saya kira, kalangan progresif tidak usah berharap terlalu banyak. Di
antara banyak institusi di Indonesia, tentara -- khususnya TNI-AD -- adalah
institusi yang paling susah diubah. Penangkapan Muchdi tidak berarti apa-apa.
Saya tidak melihat relevansi apapun dalam hubungannya dengan reformasi TNI.
Seperti yang sudah saya katakan, Muchdi itu berasal dari faksi yang sudah
seperti macan ompong.
Yang lebih penting diperhatikan adalah elemen-elemen dalam tentara. Satu hal
yang belum pernah secara serius diamati adalah sejauhmana kaitan antara satu
perwira dengan perwira lain, entah lewat hubungan darah dan hubungan perkawinan.
Pengamatan saya, ada banyak sekali perwira-perwira yang saling berhubungan darah
dan hubungan perkawinan. Di Negara-negara lain mungkin hal ini lazim saja. Di
Amerika, misalnya, anak jendral yang kemudian menjadi jendral adalah hal yang
biasa. Calon presiden AS sekarang, John McCain, misalnya kakek dan bapaknya
adalah admiral. Diapun dulunya diharapkan jadi admiral sebelum kemudian masuk
politik.
Tetapi di Indonesia, barangkali situasinya lain. Saya dengar dari sejak Akabri,
para perwira-perwira ini sudah dihubungkan dengan kalangan elit di Jakarta. Ada
juga sistem "bapak angkat" dimana perwira Akabri punya "bapak angkat" menteri
atau jendral. Kemudian, ada usaha untuk mengawinkan anak-anak perempuan para
elit ini dengan taruna Akabri. Itu bukan cerita asing di jaman Suharto. Ada
banyak sekali contoh dimana tentara ini punya mertua yang adalah jendral juga.
Yudhoyono itu menantunya Sarwo Edhie; kemudian iparnya Edhi Wibowo. John McBeth,
mantan wartawan FEER (Far Eastern Economic Review), pernah menulis soal ini di
koran Singapura.
Sehingga, saya mempunyai dugaan kalau tentara ini sudah menjadi semacam "kasta
sosial." Konsekuensinya, sangat sulit untuk mengubah TNI. Sejak jaman Suharto,
mereka sudah merasa "entitled" untuk menjadi apa saja.
Tapi, ada juga sisi bagusnya yakni, sulit sekali bagi mereka untuk melakukan
kudeta. Kalau kaitan mereka dengan elit sudah sedemikian kuat, maka kudeta
adalah pilihan yang paling menakutkan. Kondisi sebagai kasta elit ini (mungkin
mereka merasa sebagai "brahmana'-nya masyarakat), membuat para perwira idealis
juga tidak akan pernah muncul. Tidak akan muncul perwira progresif dari
grass-roots. Inilah ironisnya tentara Indonesia, yang mengklaim berasal dari
rakyat tapi sebenarnya sangat jauh dari rakyat.
Apalagi sekarang setelah patron utama mereka Suharto, telah mangkat. Untuk
amannya, tentara bergerak ke kanan, ke kalangan konservatif agama, khususnya,
Islam. Kalau dulu orang membuat studi perbandingan politik antara tentara
Indonesia dengan Thailand (khususnya the 'young turk'), maka sekarang orang
lebih melihat kemiripan dengan Pakistan. Kalau ini terjadi maka bisa gawat.
Tentara Pakistan itu konservatif- agamisnya bukan main dan juga sangat tidak
kompeten.
Jadi, kesimpulannya, kita tidak bisa berharap terlalu banyak dengan tentara
Indonesia.** *

Send instant messages to your online friends http://uk.messenger.yahoo.com
Recent Activity
Visit Your Group
Yahoo! Search

Start Searching

Find everything

you're looking for.

Moderator Central

Yahoo! Groups

Get the latest news

from the team.

Best of Y! Groups

Check out the best

of what Yahoo!

Groups has to offer.

Need to Reply?

Click one of the "Reply" links to respond to a specific message in the Daily Digest.

Create New Topic | Visit Your Group on the Web
Ahli yang menghantar menggunakan kata-kata kesat dan kasar atau menyerang peribadi ahli yang lain, email mereka tidak akan disiarkan.

Ahli group yang sentiasa menghantar email berkenaan politik sahaja akan disiarkan emailnya tanpa penapisan moderator group.

Email yang disiarkan dipertanggungjawabkan kepada pengirim email tersebut dimana moderator dan group tidak boleh dipertanggungjawabkan.

=============================================
Link List:
�      Lirik Lagu Popular - http://www.lirikpopular.com     
�      Spa Q              - http://spa-q.blogspot.com     
�      Auto Insurance     - http://pdautoinsurance.blogspot.com     

No comments:

Alexa Traffic Rank

Subscribe to dunia-politik

Subscribe to dunia-politik
Powered by groups.yahoo.com